Suami Kunci Surga
REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Syamsul Yakin
Bersumber dari Abu Hurairah, satu hari Nabi ditanya, “Siapakah wanita yang paling baik?” Nabi menjawab, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami, tentang diri dan hartanya yang menyebabkan suami tidak suka." (HR al-Nasai).
Hadits ini tampaknya jadi prasyarat untuk memperoleh kunci surga dari suami. Pertama, menyenangkan jika dilihat suami. Ini artinya istri harus dandan untuk suami. Namun di pihak lain, suami juga harus memberikan kesempatan bagi istri untuk dandan. Pesan Nabi, "Apabila kalian pulang dari bepergian di malam hari, maka janganlah kamu menemui istrimu hingga dia sempat mencukur bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya yang kusut.” (HR Bukhari).
Pada zaman modern, agar istri menyenangkan jika dilihat, harus juga dianggarkan oleh suami biaya untuk mempertahankan dan merawat kecantikan. Asal saja harus terus diingatkan agar istri dandan hanya untuk suami. Allah berpesan, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah." (QS al-Ahzab/33: 33).
Kedua, untuk bisa meraih kunci surga dari suami, istri harus taat kepada suami. Batasan taat ini tentu harus ketat. Maksudnya taat kepada suami adalah tidak bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Jadi tidak ada taat kepada suami, apabila ketaatan tersebut bertentangan dengan Allah dan rasul-Nya. Apabila hal itu terjadi Allah dan rasul-Nya malah akan memberi kunci neraka.
Nabi ingatkan, "Tidak ada ketaatan di dalam maksiat. Taat itu hanya dalam perkara yang makruf." (HR Bukhari). Taat kepada suami landasannya karena besarnya hak suami terhadap istri. Nabi berpesan, "Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintahkan para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri." (HR Abu Daud).
Hadits berikut memperlihatkan ketaatan seorang istri kepada suami pararel dengan ketaatan istri kepada Allah dan rasul-Nya, "Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya, "Masuklah ke dalam surga dari pintu yang mana saja." (HR Ahmad). Tentu ini janji Nabi yang menggiurkan.
Ketiga, untuk dapat meraih kunci surga dari suami, istri harus menjaga harta suaminya. Harta suami adalah modal fundamental untuk membangun ekonomi keluarga yang dicari dengan susah payah. Oleh karena itu, istri harus menjaganya manakala suami pergi bekerja. Namun harta adalah cobaan, Allah berfirman, "Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar." (QS al-Anfal/8: 28).
Selain itu istri juga harus menjaga diri dan farajnya selagi sendiri di rumah. Allah berpesan, "Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” (QS al-Nisaa/4: 34). Sementara wanita salehah adalah perhiasan terbaik, seperti sabda Nabi, "Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah." (HR Muslim).
Taat kepada suami menjadi sebuah kewajiban bagi seorang Muslimah yang telah menikah. Meski demikian, ketaatan istri kepada suami harus terlepas dari segala kemaksiatan. Dalam HR Ahmad, Nabi SAW pernah bersabda, "Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya:...
Selasa, 14 Jumadil Akhir 1446 H / 30 Maret 2010 12:54 wib
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
Di antara keutamaan istri yang taat pada suami adalah akan dijamin masuk surga. Ini menunjukkan kewajiban besar istri pada suami adalah mentaati perintahnya.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Yang dimaksudkan dengan hadits di atas adalah jika seorang wanita beriman itu meninggal dunia lantas ia benar-benar memperhatikan kewajiban terhadap suaminya sampai suami tersebut ridha dengannya, maka ia dijamin masuk surga. Bisa juga makna hadits tersebut adalah adanya pengampunan dosa atau Allah meridhainya. (Lihat Nuzhatul Muttaqin karya Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, hal. 149).
Begitu pula ada hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dengan ketaatan seorang istri, maka akan langgeng dan terus harmonis hubungan kedua pasangan. Hal ini akan sangat membantu untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Islam pun memuji istri yang taat pada suaminya. Bahkan istri yang taat suami itulah yang dianggap wanita terbaik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Sebagian istri saat ini melupakan keutamaan taat pada suami. Sampai-sampai menganggap ia harus lebih daripada suami sehingga dialah yang mesti ditaati karena karirnya lebih tinggi dan titelnya lebih mentereng. Wallahul musta’an.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Selesai disusun di Darush Sholihin, 4 Safar 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Suara.com - Usai video curhatan wanita bernama Sherin soal masalah rumah tangganya dalam kajian bersama Ustaz Hanan Attaki viral, giliran beredar chat mantan suaminya yang berusaha membuat pembelaan.
Dalam chat yang diduga Ghani Haeruman, suami Sherin itu mengatakan bahwa dirinya menceraikan istrinya karena sering membantah dan menuduh ibunya suka mengatur keuangan rumah tangga mereka.
Sementara, pria yang diduga Ghani Haeruman itu mengaku tak pernah sekali pun membantah ibunya dan sudah berusaha memenuhi kebutuhan istrinya, Sherin.
"Aku makin ngerasa nggak cocok saat dia membantah ibu, padahal selama ini aku nggak pernah sekali pun membantah. Jika biasanya cerita mertua yang jahat sama menantu, ini kebalikannya," kata Ghani dari chat beredar dikutip dari Tiktok @curhat.kak, Jumat (27/10/2023).
Baca Juga: Siapa Bilang Akan Redup, Ahli Tarot Koko Anthony Prediksi Karier Fuji Makin Cemerlang Tahun Depan
Pria itu juga menyinggung soal letak surganya sebagai anak laki-laki yang sudah menikah dan sudah seharusnya seorang istri menurutinya.
"Padahal surga anak lelaki itu di bawah telapak kaki ibunya. Bahkan jika suami melarang, istri nggak boleh ke luar rumah," jelasnya.
Apakah benar surga seorang anak laki-laki setelah menikah ada pada telapak kaki ibu kandung?
Menurut Ustaz Hatoli melalui kanal YouTubenya, surga seorang wanita yang sudah menikah ada pada tangan suaminya. Sedangkan, surga anak laki-laki yang sudah menikah tetap pada ibunya.
"Surga ibu ada di tangan suaminya, sedangkan surga suami ada di ibunya," kata Ustaz Hatoli.
Baca Juga: Tissa Biani Kesal Dibanding-bandingkan dengan Fuji
Karena itu, Ustaz Hatoli mengatakan seorang istri tak seharusnya menghalangi langkah suami ketika ingin berbakti atau berbuat baik pada ibunya.
"Makanya kalau lakinya mau berbakti pada ibunya, jangan dilarang. Ibu kalau jahat sama mertua, mertua bisa minta ceraikan ibu," jelasnya.
Namun dilansir dari laman NU Jawa Timur, dalam surat Al-Baqarah ayat 233 mengatakan seorang suami juga wajib memberikan makan dan pakaian sebagai bentuk nafkah kepada istrinya.
Menurut Imam An-Nawawi, seseorang juga tidak berdosa ketika lebih mengutamakan istri daripada ibunya selagi masih memenuhi kewajiban nafkah, bila nafkah ibunya memang tanggung jawabnya.
Jikalau seorang suami harus memilih mengutamakan nafkah istrinya, ia juga tetap harus menjaga perasaan ibunya. Artinya, seorang suami harus menyembunyikan tindakan tersebut.
Penulis: Najmah Saiidah
Muslimah News, KELUARGA — Islam memang istimewa, seluruh aturannya datang dari Allah Swt., Sang Maha Pencipta manusia yang Maha Mengetahui makhluk-Nya. Semua aturan-Nya sesuai fitrah manusia dan memuaskan akal sehingga akhirnya akan menenteramkan jiwa. Termasuk di dalamnya tuntunan berumah tangga yang harus dijadikan pijakan oleh setiap pasangan suami istri dalam menjalani pernikahan.
Ketika pernikahan diawali dengan cinta karena Allah, menjadikan aturan Allah sebagai tuntunan, maka dapat dipastikan dua anak manusia yang menikah akan berusaha menyelesaikan berbagai persoalan dalam rumah tangganya sesuai tuntunan Allah. Sehingga kehidupan pernikahannya tidak hanya berorientasi duniawi, tetapi juga untuk meraih akhirat, meraih surga Allah. Oleh karenanya, pernikahan merupakan ladang pahala dan surga, tidak hanya bagi istri, tetapi juga bagi para suami.
Pernikahan Adalah Ladang Pahala dan Surga bagi Seorang Suami
Sesungguhnya pernikahan merupakan tuntunan din Islam dalam menjaga fitrah makhluk ciptaan-Nya, yaitu melestarikan keturunan. Pernikahan yang dijalankan sesuai tuntunan syariat akan menjadi salah satu jalan bagi seorang muslim untuk mencapai keridaan Allah menuju surga-Nya. Bukankah ini merupakan anugerah luar biasa yang Allah berikan untuk kita semua?
Hadis Rasulullah saw. senantiasa mengingatkan kita bahwa banyak sekali kebaikan yang Allah ganjarkan kepada mereka yang telah menikah. Rasulullah juga menyebutkan, bagi yang menikah telah sempurna separuh agamanya.
Lebih dari itu, jika kita telusuri nas-nas, akan didapati bahwa pernikahan merupakan ladang pahala bagi dua insan, baik perempuan yang nantinya setelah menikah akan menjadi istri, maupun laki-laki yang nantinya menjadi suami.
Siapakah Suami bagi Wanita Penghuni Surga?
Ustadz, teman ana bertanya sbb: Seorang istri mendapat syafaat dari suaminya –misalnya ibadah jihad– jika suaminya memilih bidadari surga sebagai istrinya, apakah istrinya yang di dunia akan menjadi istrinya di syurga, atau istrinya menikah dengan bidadara syurga? Bagaimana jawabannya? Wassalamu'alaikum,Ummi, bekasiJAWABAN: Alhamdulillah washolaatu wassalamu 'alaa Rasulillah waba'du,Ummi di Bekasi, karena pertanyaan ini berkaitan dengan aqidah, maka kami akan menjawab dengan menukil fatwa ulama.
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, bahwa Allah Azza wa Jalla hanya menyebutkan istri bagi suami (dalam surga) karena suami biasanya yang mencari dan dialah yang menginginkan terhadap wanita, oleh karena itu disebutkan istri-istri bagi para pria di dalam surga dan tidak disebutkan suami-suami bagi kaum wanita. Akan tetapi hal itu tidak bermakna mereka wanita tidak mendapatkan suami, namun mereka memiliki suami dari bangsa manusia.Wanita di dunia tidak terlepas dari keadaan-keadaan berikut yaitu: 1. Apabila wanita tersebut meninggal sebelum menikah yakni masih perawan,maka di surga kelak Allah Azza wa Jalla akan menikahkan wanita tersebut dengan dengan seorang laki dari penduduk bumi berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
عن محمد قال: اما تفاخروا واما تذاكروا: الرجال في الجنة اكثر ام النساء؟ فقال ابو هريرة: او لم يقل ابو القاسم صلى الله عليه وسلم "ان اول زمرة تدخل الجنة على صورة القمر ليلة البدر. والتي تليها على اضوا كوكب دري في السماء. لكل امرئ منهم زوجتان اثنتان. يرى مخ سوقهما من وراء اللحم. وما في الجنة أعزب؟"
Dari Muhammad berkata: “Apakah mereka saling berbangga atau saling mengingatkan: kaum laki di surga lebih banyak atau wanita? Maka Abu Hurairah berkata: Bukankah Abul Qasim shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kelompok pertama yang masuk surga menyerupai bentuk bulan purnama, kemudian yang berikutnya secerah cahaya bintang di langit, setiap orang di sana memiliki dua orang istri, di mana dia dapat melihat sumsum mereka dari balik dagingnya. Dan di surga tidak ada bujangan” (HR Muslim No. 5062 Juz: 13 hal: 467, Maktabah Syamilah).Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut belum pernah menikah di dunia maka Allah akan menikahkannya dengan laki-laki yang disukainya di surga. Karena kenikmatan di surga tidak hanya terbatas untuk kaum laki saja, namun juga untuk kaum laki dan wanita, di mana yang termasuk kenikmatan: adalah menikah.2. Kondisi nomor satu di atas juga berlaku bagi wanita yang meninggal namun bercerai.3. Kondisi nomor satu di atas berlaku pula bagi wanita yang suaminya bukan termasuk penghuni surga.Syaikh Utsaimin berkata: “Apabila wanita tersebut termasuk ahli surga dan belum menikah, atau suaminya bukan termasuk ahli surga, maka apabila dia masuk surga maka di surga ada kaum laki-laki yang belum menikah sebelumnya, maka dia menikah dengan salah satu wanita tersebut.4. Adapun wanita yang meninggal setelah menikah –dia termasuk ahli surga– maka dia menikah dengan mantan suaminya di dunia.5. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia tidak menikah lagi setelah itu sampai dia meninggal maka wanita itu menjadi istrinya di surga.6. Adapun wanita yang suaminya meninggal lalu dia menikah lagi sesudahnya maka wanita tadi menjadi istri bagi suaminya yang terakhir meskipun wanita tadi sudah berkali-kali menikah, maka sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
عن ميمون بن مهران قال : خطب معاوية رضي الله عنه أم الدرداء ، فأبت أن تزوجه و قالت : سمعت أبا الدرداء يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " المرأة في آخر أزواجها أو قال : لآخر أزواجها " أو كما قالت - و لست أريد بأبي الدرداء بدلا ) ( سلسلة الأحاديث الصحيحة للألباني).
Dari Maimun bin Mihran berkata: Mu’awiyah radhiyallahu anhu melamar istri Abu Darda’, namun dia tidak menerimanya dan berkata: Aku mendengar Abu Darda’ berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wanita bersama suaminya yang terakhir,” dia berkata: dan aku tidak ingin pengganti untuk Abu Darda’ (hadits shahih dikeluarkan oleh Abu Ali Al-Harrani Al-Qusyairi dalam Tarikhul Riqqah (2/39/3) Silsilah Ahadits Shahihah karangan Syaikh Albani 3/25). Juga berdasarkan perkataan Hudzaifah radhiyallahu anhu kepada istrinya:
عن حذيفة – رضي الله عنه – لامرأته : ( إن شئت أن تكوني زوجتي في الجنة فلا تزوجي بعدي فإنالمرأة في الجنة لآخر أزواجها في الدنيا فلذلك حرم الله على أزواج النبي أن ينكحن بعده لأنهن أزواجه في الجنة)).أخرجه البيهقي في السنن
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu berkata kepada istrinya: “Jika kamu ingin menjadi istriku di surga maka jangan menikah lagi sesudahku: karena wanita di surga bersama suaminya yang terakhir di dunia oleh karena itu Allah mengharamkan kepada istri-istri Nabi untuk menikah lagi sesudahnya karena mereka adalah istri-istri Beliau di surga,” (dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunannya (7/69-70).
Permasalahan: Sebagian mungkin berkata: bahwa dalam doa jenazah kita mengucapkan: "Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya." Tapi apabila dia menikah, bagaimana kita mendoakannya sedangkan kita tahu bahwa suaminya di dunia adalah suaminya di surga dan apabila dia belum menikah maka di mana suaminya?
Jawabannya: Sebagaimana dikatakan Syaikh Utsaimin rahimahullah: Jika dia belum pernah menikah maka yang dimaksud yang lebih baik dari suaminya adalah suami yang telah ditentukan untuknya jika dia masih hidup, adapun jika dia pernah menikah maka yang dimaksudkan yang lebih baik dari suaminya yakni lebih baik dalam sifatnya di dunia karena pergantian adalah dengan mengganti zatnya sebagaimana jika kita menukar seekor kambing dengan unta misalnya, begitu juga dengan menggantikan sifatnya sebagaimana seandainya saya berkata kepada anda (semoga Allah mengganti kekufuran orang ini dengan keimanan, begitu pula seperti dalam firman Allah Ta’ala:
ويوم تبدل الأرض غير الأرض والسماوات
"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa" (Qs. Ibrahim 48).Maksudnya buminya tetap bumi yang sama, akan tetapi dibentangkan dan langit pun tetap langit yang sama akan tetapi dibelah. Wallahu a’lam bis-shawab. [abu roidah/voa-islam.com]
Baca artikel terkait:
Apakah Kenikmatan Wanita Ahli Surga Berbeda dengan Pria Ahli Surga?
Amalan yang Bisa Membawa Seorang Suami kepada Pahala dan Surga Allah
Islam memang din sempurna. Islam mengatur segala hal dengan sangat rinci, termasuk pernikahan. Ketika ijab kabul sudah terjadi, maka sah seorang laki-laki menjadi suami dan seorang perempuan menjadi istrinya. Pada saat itulah, masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Seketika itu pula, pahala akan berlimpah kepada istri maupun suami, ketika keduanya menjalani kehidupan pernikahan sesuai tuntunan Islam. Apa saja amalan yang bisa dilakukan suami sehingga pahala dari Allah tercurah padanya, bahkan surga Allah akan menjadi miliknya?
1. Mencintai Istri Semata karena Allah
Perasaan yang tulus karena Allah akan membawa seseorang pada kemurnian cinta. Rida Allah lebih berharga dari segalanya, sehingga ia akan tulus mencintai pasangannya karena Allah Taala. Saling mencintai karena Allah, baik amal dan akhlaknya akan membawa kepada cinta yang hakiki.
Umat muslim yang berbuat demikian, kelak akan diberikan hadiah oleh Allah Swt. di surga. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari Timur atau bintang Barat yang berpijar. Lalu ada yang bertanya, “Siapa mereka itu? Mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah ‘Azza wa jalla.” (HR Ahmad).
2. Memberi Nafkah untuk Keluarga
Untuk memastikan pemenuhan nafkah keluarga, Islam antara lain mewajibkan suami yang mampu untuk bekerja. Bahkan, Islam memberikan dorongan yang sangat besar agar suami berusaha memenuhi nafkah keluarga. Islam telah menetapkan bahwa pembelanjaan untuk nafkah keluarga lebih agung pahalanya dibanding infak fi sabilillah, membebaskan budak, dan sedekah kepada orang miskin.
Rasul saw. bersabda, “Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau belanjakan untuk membebaskan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan terhadap keluargamu, yang paling agung pahalanya adalah yang engkau nafkahkan terhadap keluargamu.” (HR Muslim).
3. Pergauli Istri dengan Makruf dan Layani Istri dengan Baik
Pada dasarnya, kehidupan pernikahan akan memberi ketenangan sehingga terjadi persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketenangan antara pasutri. Sang istri memenuhi hak-hak suaminya dan sebaliknya, suami memenuhi hak-hak istrinya dengan cara yang makruf.Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya, aku sendiri adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (HR Ibnu Majah).
Allah Swt. Maha Adil, tidak hanya menyediakan surga untuk para istri, tetapi menyediakannya juga untuk para suami atau ayah. Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian adalah yang paling baik pergaulannya terhadap istri.” (HR Imam Ahmad).
Tidak sekadar itu, Rasulullah dalam hadis lainnya menyebutkan, “Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik melayani istrinya.” (HR At-Tirmidzi).
4. Mencukupi Kebutuhan Istri dan Tidak Bakhil
Islam telah memberikan tanggung jawab kepada seorang laki-laki untuk menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri dan anak-anaknya. (QS Al-Baqarah: 233). Sudah seharusnya seorang suami memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya secara makruf. Banyak hadis yang menjelaskan tentang pahala dan pujian yang diberikan Allah kepada laki-laki yang bersungguh-sungguh mencari rezeki halal untuk menafkahi anggota keluarganya.
Nabi saw. bersabda, “Sungguh, tidaklah kamu menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti), kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), termasuk makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari).
Sabda Rasul lainnya, “Makanan yang kamu berikan untuk anakmu, dinilai sebagai sedekah. Begitu juga, makanan yang kamu berikan bagi istrimu, bernilai sedekah untukmu. Termasuk, makanan yang kamu beri untuk pembantumu, adalah juga sedekah.” (HR Ahmad).
5. Menggembirakan Hati Istri
Islam memerintahkan kepada para suami untuk bergaul secara makruf kepada istrinya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah saw. dalam sebuah hadis, “Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hadis lain diriwayatkan oleh Maisarah bin Ali, “Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya, ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.”
6. Tidak Membentak, tetapi Memperlakukan Istri dengan Baik
Nabi Muhammad saw. berpesan kepada para suami agar mereka memperlakukan istrinya dengan baik, termasuk bersabar dalam menasehatinya, serta tidak menyakitinya. Sabda Rasulullah saw., “Ketahuilah, berwasiatlah tentang kebaikan terhadap para wanita (para istri) karena mereka hanyalah tawanan di sisi (di tangan) kalian. Kalian tidak menguasai dari mereka sedikit pun kecuali hanya itu, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Bila mereka melakukan hal itu, kurunglah mereka di tempat tidurnya dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Namun, bila mereka menaati kalian, tidak ada jalan bagi kalian untuk menyakitinya.” (HR Tarmizi).
Dalam kitab Raudhatul Muttaqin, Syeikh Hasan Al Basri mengatakan, hakikat ahsanul khuluq adalah betul-betul mencurahkan kebaikannya pada istri dan tidak pernah menyakiti istri baik melalui ucapan, raut muka atau dengan gerak-geriknya. Dalam sabda Rasulullah saw. yang lain, “Janganlah marah seorang pria mukmin kepada seorang wanita mukmin. Jika tidak menyukai satu perangai darinya, maka sukailah perangai lainnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
7. Berhias untuk Istri
Rasulullah saw. mengetahui betul kebutuhan seorang perempuan untuk berdandan di depan suaminya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Rasulullah saw. adalah yang paling tampan dan rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh para sahabat agar berhias untuk istri-istri mereka, juga menjaga kebersihan dan kerapihan. Sabda Nabi Saw., “Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga perempuan-perempuan mereka berzina.”
Para istri berhak atas berhiasnya suami mereka. Sebuah riwayat dari Waqi’ dari Basyir bin Sulaiman dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ra., dia berkata, “Sungguh, aku suka berhias untuk istri sebagaimana aku suka ia berhias untukku sebab Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 228.” Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-Thobari dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, Imam Al-Qurthubi secara tegas menguatkan penafsiran beliau terhadap ayat tersebut seraya berkata, oleh sebab itulah Ibnu Abbas mengatakan, “Sungguh aku pun berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku.”
8. Membantu Pekerjaan Istri dalam Rumah Tangga
Membantu pekerjaan istri di rumah termasuk bentuk berbuat baik pada istri dan menunjukkan keluhuran akhlak. Merupakan kebiasaan Nabi saw. membantu pekerjaan istrinya di rumah. Dari Al-Aswad, ia bertanya kepada Aisyah, “Apa yang Nabi saw. lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” Aisyah menjawab, “Rasulullah saw. biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu salat, beliau berdiri dan segera menuju salat.” (HR Bukhari).
Aisyah binti Abu Bakar pernah ditanya oleh salah seorang sahabat, “Apakah yang Nabi lakukan ketika berada di rumah bersama istrinya?” Kemudian Aisyah menjawab, “Dahulu, Nabi biasa membantu pekerjaan rumah keluarganya.” (HR Bukhari).
Akhlak Rasulullah saw. dalam berumah tangga memang sangat istimewa. Beliau kerap membantu istrinya di rumah. Sudah seharusnya para suami juga membantu istrinya. Tidak saja karena hal ini bisa meringankan beban istrinya, akan tetapi karena membantu istri merupakan amalan terpuji dalam pandangan Islam, juga dapat membahagiakan istri dan bernilai pahala.
9. Memandang Istri dengan Penuh Cinta
Meski terkesan remeh-temeh, sesungguhnya memandangi istri dengan penuh cinta dapat mendatangkan pahala besar. Dari Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Al-Khudzri ra., Rasul saw. bersabda, “Sesungguhnya ketika suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya, maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh rahmat.”
10. Menggandeng Tangan Istri
Menggandeng tangan istri tentu bukan dengan maksud memperlihatkan kemesraan di depan umum. Meski kenyataannya masih banyak suami yang enggan menggandeng tangan istrinya. Pada hakikatnya, menggandeng tangan istri dapat mendatangkan pahala yang besar. Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah saw. bersabda, “Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya, maka berguguranlah dosa-dosa suami istri tersebut dari sela-sela jari-jarinya.”
Demikianlah, Rasulullah saw. telah memberikan teladan menjadi laki-laki terbaik menurut Islam kepada para suami melalui hadis-hadisnya. Sungguh, Islam sebagai din yang sempurna telah memberikan berbagai kesempatan kepada para suami untuk bisa meraih pahala dan surga-Nya dengan menjalankan perintah Allah Swt. dan Rasulullah saw.. Wallahualam bissawab. [MNews/YG]
Jakarta, Aktual.com — Dalam bingkai biduk rumah tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Suami sebagai pemimpin yang berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya secara baik dalam urusan agama atau dunianya. Dan, menafkahi mereka dengan memenuhi kebutuhan makanan, minuman, berpakaian dan tempat tinggalnya.
Tanggung jawab suami memang tidak ringan. Oleh karena itu harus diimbangi dengan ketaatan seorang istri terhadap suaminya. Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya berada setahap setelah kewajiban dalam urusan agamanya. Hak suami di atas hak siapapun setelah hak Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk hak kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi tanggung jawab terpenting bagi seorang istri.
Karena ketaatan istri pada suami adalah jaminan Surganya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan salat lima waktunya, melaksanakan shaum (berpuasa) pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka ia akan masuk Surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya).
“Suami adalah Surga atau Neraka bagi seorang istri. Keridhaan suami menjadi keridhaan Allah SWT. Istri yang tidak diridhai suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat,” terang Ustadzah Nur Hasanah, MA, kepada Aktual.com, pada Selasa (09/02) malam, di Jakarta.
Menurut Ustadzah Hasanah, suatu hari Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Beliau melihat wanita adalah penghuni Neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada Beliau mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa di antaranya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya. (HR. Bukhari Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW berkata, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya, disebabkan karena Allah SWT telah menetapkan hak bagi para suami atas mereka (para istri). (HR Abu Dawud, Tirmidzi, ia berkata, “Hadis hasan shahih.”)
“Yang harus kita ketahui sebagai seorang istri adalah hak suami berada di atas hak siapapun manusia termasuk hak kedua orang tua. Hak suami bahkan harus didahulukan oleh seorang istri daripada ibadah-ibadah yang bersifat sunah,” urai ia menjelaskan.
“Di antara kewajiban seorang istri atas suaminya adalah hendaknya seorang istri benar-benar menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta suami dan rahasia-rahasianya. Begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus urusan-urusan rumah,” tuturnya lagi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan wanita adalah penanggung jawab di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR Bukhari Muslim)
Allah SWT telah berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah SWT, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah SWT telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An Nisa : 34)
“Ibnul Qayyim berdalil dengan ayat di atas, jika suami menjadi pelayan bagi istrinya, dalam memasak, mencuci, mengurus rumah dan lain-lain, maka itu termasuk perbuatan munkar. Karena berarti dengan demikian sang suami tidak lagi menjadi pemimpin. Justru karena tugas-tugas istri dalam melayani suami lah, Allah SWT mewajibkan para suami untuk menafkahi istri dengan memberinya makan, pakaian dan tempat tinggal,” terang Ustadzah Hasanah.
Namun, sekarang para Muslimah tidak hanya bekerja di dapur dan sebagian besar waktunya berada di luar rumah. Apakah hal tersebut dilarang oleh Islam?. Dan, apakah wanita itu berdosa terhadap suaminya?.
“Untuk hal tersebut sebenarnya sudah menjadi kewajiban seorang istri akan tetapi jika hal itu mendapatkan izin dari seorang suami, dan jika penghasilan suami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok akan tetapi ingat harus dengan izin seorang suami,” tegas ibu dua anak ini.
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT kepadanya. Allah SWT tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah SWT berikan kepadanya. Allah SWT kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (At Talaq : 7)
“Seorang istri yang baik tidak boleh memaksa suami untuk memberinya belanja lebih dari kemampuan konkret sang suami. Jadi, Jangan memaksa suami mencari hutang dan meminjam ke kanan – kiri untuk memenuhi hasrat sang istri dalam menutup belanja keluarganya yang telah ditargetkan setiap bulannya. Bila istri sanggup untuk bekerja (Dengan izin suami), maka hendaknya ia membantu suaminya untuk meringankan beban nafkah suami dengan begitu sang istri akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala kekeluargaan dan pahala sedekah,” sambung ia menambahkan. Bersambung…
Artikel ini ditulis oleh: